Jumat, 14 Agustus 2009

Perkembangan IT di Indonesia

Pengembangan teknologi di Indonesia, terutama teknologi yang digunakan

untuk pelayanan publik dan pendidikan, diharapkan akan dibantu oleh

Microsoft dalam menyediakan infrastruktur, e-government, e-education,

dan dukungan bagi industri Teknologi Informasi dan Komunikasi. Menurut

Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional yang diketuai oleh

Menkominfo Sofyan Djalil, Microsoft diundang menjadi penasihat atau

konsultan teknologi Dewan TIK Nasional dalam pengembangan jaringan

telekomunikasi, terutama dalam penyediaan akses teknologi bagi para

pelajar dan masyarakat di pedesaan. Dengan pemanfaatan teknologi yang

dimiliki dan dikembangkan Microsoft ini, diharapkan individu dan

masyarakat dapat menciptakan alat untuk meningkatkan produktivitas dan

mendorong pembangunan ekonomi, mengembangkan e-education, serta

meningkatkan keterampilan Teknologi Informasi dan pertumbuhan industri

TIK. Dukungan Microsoft di bidang peningkatan keterampilan TI serta

memberdayakan industri domestik tersebut, sudah lama dilakukan dalam

upaya membantu Indonesia bergerak ke arah perekonomian berbasis

pengetahuan.

Dewan TIK sendiri diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

yang terjun langsung sabagai Ketua Pengarah, di Istana Bogor. Dewan TIK

Nasional merupakan kelompok kerja yang dibentuk untuk mendorong

penggunaan komunikasi di Indonesia. Tugas Dewan TIK Nasional adalah

merumuskan kebijakan umum dan arahan strategis pembangunan melalui

pendayagunaan TIK, yakni dengan melakukan pengkajian penerapan langkah

penyelesaian masalah yang timbul dalam pengembangan TIK secara

nasional. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, Dewan TIK Nasional

berupaya mengmbangkan e-leadership dan melakukan koordinasi seluruh

elemen bangsa melalui peningkatan kualitas prasarana serta sarana TI

dan pengembangan inovasi guna menuju era mesyarakat informasi

teknologi. Tugas pokok Dewan TIK adalah mewujudkan masyarakat berbasis

pengetahuan pada tahun 2005, dengan menciptakan pembangunan melalui TIK

yang terdiri dari penguatan basis TIK pendidikan dan Hak Atas Kekayaan

Intelektual (HAKI).

Indonesia diperkirakan membutuhkan pengadaan jaringan ke 43 ribu desa,

32 ribu SMP dan SMA, 2 ribu perguruan tinggi, termasuk koneksi ke rumah

sakit dan instansi pemerintah serta departemen dari pusat sampai

daerah, agar nanti seluruh Indonesia terhubung dengan fiber optic.

Sampai saat ini pun, Dewan TIK Nasional telah menginventarisir sejumlah

program bidang TIK, termasuk diantaranya upaya-upaya melegalisasi

software yang digunakan pemerintah, karna yang terpenting adalah

legalisasi software yang dipergunakan tersebut. Ada dua pendekatan yang

dipakai, untuk Departemen Ristek dan PTN, yaitu Indonesia Goes Open

Source (IGOS). Sedang di luar dua itu, legal software-nya adalah yang

hak intelektualnya akan pemerintah legalkan.

Dari pertemuan antara Presiden SUsilo Bambang Yudhoyono dengan Craig

Mundie, Chef Research and Srategy Officer Microsoft Corp., diumumkan

nota kesepahaman (MoU) pemakaian software Microsoft legal di kalangan

pemerintah dan BUMN. Namun, tidak disebutkan berapa nilai lisensi

software yang disepakati dalam MoU, maupun jumlah komputer yang

diinstalasi software berlisensi Microsoft.

Ini menimbulkan reaksi dari beberapa pihak yang menginginkan adanya

upaya dalam memperbanyak dan memperkuat perusahaan-perusahaan software

lokal, serta upaya-upaya konkrit untuk melindungi hak cipta software,

untuk mengupayakan pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan.

Akhir bulan lalu, pemerintah berencana membentuk komite nasional demi

mendorong pertumbuhan TI dan menunjuk Menko Perekonomian Boediono untuk

menyiapkan cetak biru Komite Nasional Teknologi Informasi. Boediono

juga diminta menyusun rencana pengembangan TI untuk 2-3 tahun ke depan.

Dana sebesar Rp. 50-100 miliar telah diajukan dalam Rancangan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2007, yang akan disalurkan untuk

membantu pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia.

Dana itu nantinya akan berupa sebuah ‘kolam modal’ yang bisa

dialokasikan untuk berbagai upaya pengembangan industri terkait TI.

Dalam breakfast meeting yang dihadiri perwakilan empat perguruan

tinggi–ITS, ITB, UI dan UGM–serta asosiasi pengusaha di bidang

TI–antara lain APJII dan IMOCA, diputuskan bahwa pemerintah akan

menerapkan kebijakan right of way dalam hal infrastruktur. Pihak yang

memiliki infrastruktur dilarang memblokir pihak lain dan harus membuka

jalur kerjasama. Dengan adanya kebijakan tersebut, diharapkan para

penyelenggara jasa internet bisa memanfaatkan infrastruktur dari pihak

lain, seperti yang telah dimiliki oleh PLN atau Telkom.

Pemerintah pun, melalui Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi,

segera menggodok rancangan regulasi tentang pengamanan telekomunikasi

berbasis protokol internet, berdasarkan masukan dari konsultan publik

yang bertujuan untuk menciptakan pemanfaatan internet yang aman.

Regulasi inilah yang menjadi dasar penyusunan konsep ID-SIRTII

(Indonesia Security Incident Responses Team on Information

Infrastructure). ID-SIRTII merupakan lembaga yang dibentuk sesuai

Peraturan Menteri tentang Pengamanan Pemanfaatan Jaringan

Telekomunikasi Berbasis Protokol Internet. Dalam pelaksanaannya, Postel

tidak menutup kemungkinan akan adanya tenaga profesional yang disewa

untuk membantu pelaksanaan ID-SIRTII. Tugas-tugas yang dilaksanakan

ID-SIRTII mencakup perekaman log file penggunaan internet dari seluruh

penyedia jasa internet di Indonesia. Tim ID-SIRTII sendiri akan terdiri

atas tim pengarah dan tim pelaksana. Tim pengarah antara lain akan

mencakup unsur Bank Indonesia, asosiasi terkait, akademisi, Kepolisian,

hingga Kejaksaan.

Dalam usulan, disampaikan agar ada klausul yang menyebutkan bahwa

pengguna, pelanggan, penyelenggara Internet Service Provider (ISP) dan

Network Service Provider (NAP) dilarang mengganggu atau merusak suatu

jaringan, dilarang membuka service SMPT mail server yang dapat

digunakan oleh semua pengguna di mana pun. Serta larangan untuk

melakukan spamming (mengirimkan e-mail yang berisi hal-hal yang tidak

diinginkan dan kadang dikirimkan oleh orang yang tidak dikenal

sebelumnya). Selain itu, larangan seperti hacking (membobol jaringan

untuk tujuan yang berpotensi melanggar hukum), flooding (mengirimkan

e-mail yang berlebihan hingga melebihi kuota), spoofing

(menyalahgunakan e-mail sehingga menimbulkan protes), hoax (mengirimkan

e-mail yang bersifat penipuan atau menakut-nakuti), pemalsuan e-mail,

serta tindakan-tindakan lain yang bertujuan bertentangan dengan

kesusilaan dan ketertiban–misal pornografi, perjudian, ancaman, fitnah,

mepertentangkan SARA dan lain sebagainya.

Menurut keterangan yang disampaikan oleh anggota Badan Reserse Kriminal

Kepolisian RI Direktorat II Ekonomi dan Khusus Unit V Infotek-Cyber

Crime, Komisaris Polisi Idam Wasiadi, pada Seminar Nasional Sehari

Information Technology Security di Hotel Horison Bandung, Indonesia

menduduki peringkat tertinggi sebagai pelaku cyber crime atau kejahatan

internet. Sebesar 90 persennya adalah kejahatan carding atau pemalsuan

kartu kredit. Kecenderungan ini diduga akan terus meningkat. Tahun 2004

saja, sebagai negara dengan kejahatan carding kedua terbanyak setelah

Ukraina, Indonesia memiliki kejahatan carding mencapai 177 dari 192

kasus kejahatan internet. Sedang tahun sebelumnya, kejahatan carding di

Indonesia terhitung 145 dari 153 kasus total kejahatan internet. Hampir

seluruhnya bermotifkan ekonomi, yang bahkan sebagian besar pelakunya

adalah mahasiswa. Kesimpulan ini ditarik dari persentasi yang dilakukan

di lapangan, yaitu 48 persen pengguna internet adalah usia 22-25 tahun,

yang notabene merupakan kalangan mahasiswa. Daerah Yogyakarta menduduki

peringkat tertinggi untuk kasus kejahatan carding, disusul oleh

Semarang, Bandung, Jakarta, Medan, Surabaya, dan Riau. Sedangkan negara

yang paling sering menjadi korban sasaran kejahatan carding dari

Indonesia dengan persentasi sekitar 84 persen adalah Amerika Serikat.

Meningkatnya kejahatan jenis ini disebabkan belum adanya undang-undang

tentang kejahatan internet di Indonesia, ditambah lagi kemajuan

teknologi yang pesat–sebab IT crime itu didukung sendiri oleh kemajuan

teknologinya. Ketiadaan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

sebenarnya dihambat oleh sikap masyarakat yang apatis terhadap masalah

ini. Padahal RUU ITE tersebut sudah diajukan selama tiga tahun ini,

namun belum juga disetujui oleh DPR.

Terjadinya konvergensi teknologi komunikasi dan penyiaran harus diikuti

dengan perkembangan regulasi yang dapat mendukung berlangsungnya

penyelenggaraan di sektor telekomunikasi dan penyiaran. Internet adalah

salah satu bentuk nyata dari konvergensi ini, dimana unsur-unsur

telekomunikasi, media, dan informatika menjadi terintegrasi. Percakapan

telepon, baik lokal, interlokal maupun internasional, dapat dilakukan

melalui teknologi internet. Demikian juga kegiatan media dalam bentuk

penyiaran dan informasi dari pers, dapat diselenggarakan melalui medium

internet. Namun, konvergensi tersebut memerlukan kebijakan yang

integral dan tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Selain itu,

diperlukan adanya pengaturan-pengaturan keamanan yang jelas untuk

menghindari meningkatnya kejahatan akibat dari digitalisasi dan

kemajuan teknologi.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpendapat bahwa masa depan negara

Indonesia akan cerah jika dua dunia pentingnya berkembang dengan baik.

Yang pertama, education, yang berkaitan dengan human capital. Sedang

yang kedua adalah good governance yang mengelola semua resources dengan

baik. Masyarakat informasi yang mampu menciptakan, mengakses, dan

memanfaatkan berbagai pengetahuan yang sedang dikembangkan saat ini

adalah upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengimbangi pesatnya

perkembangan teknologi dan komunikasi di seluruh dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar